BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 20 November 2009

Konstitusi

1. SIFAT DAN FUNGSI KONSTITUSI

Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel (luwes) dan rigid (kaku). Konstitusi negara memiliki sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi itu memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan zaman /dinamika masyarakatnya. Sedangkan konstitusi negara dikatakan rigid / kaku apabila konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.

Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang dipergunakan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan terlindungi.

Sesuai dengan istilah konstitusi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang diartikan sebagai: 1) Segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan; 2) Undang-undang Dasar suatu negara. Berdasarkan pengertian tersebut, konstitusi merupakan tonggak atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi penyelenggara negara. Oleh sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi juga menjadi tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu sekaligus memuat ide-ide dasar yang digariskan oleh pendiri negara ( the founding fathers ). Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan negara menuju tujuannya.

 

2. ISI / SUBSTANSI KONSTITUSI

Isi konstitusi umumnya hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Aturan-aturan asing lebih rinci diserahkan pengaturannya kepada undang-undang yang berada dibawah konstitusi, yang lebih mudah untuk dibuat, diperbaharui, maupun dicabut.

Menurut Miriam Budiardjo, setiap Undang-undang Dasar / Konstitusi memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan: legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian: Prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu pemerintah dan sebagainya.

Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen IV yang terdapat pada: 

BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.


BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA

Pasal 4 

(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.


Pasal 5

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 

(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya 

 

BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

 

Pasal 20

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. 


Pasal 20A 

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.


 

2. HAM (Hak Asasi Manusia) 

Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen IV yang terdapat pada: 

BAB XA HAK ASASI MANUSIA 

Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. 


Pasal 28B 

(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. 

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 

 

Pasal 28C

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 

 

Pasal 28D

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

 

Pasal 28E

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak kembali. 

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 

 

Pasal 28F

(1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. 

 

Pasal 28G

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. 

 

Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. 

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh siapa pun. 

 

Pasal 28I

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. 

(3) Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. 

(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. 

 

Pasal 28J

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis. 


 

3. Prosedur untuk mengubah Undang-Undang Dasar

Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen IV yang terdapat pada: 

BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 

Pasal 37

(1) Usul perubahan pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. 

(3) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan rakyat harus hadir. 

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD, dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota MPR. 

 

 

4. Adakalanya larangan mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar

Sesuai dengan UUD 1945 hasil amandemen IV yang terdapat pada: 

BAB XVI PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 

Pasal 37

(5) Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan RI tidak dapat dilakukan perubahan 

 

ATURAN PERALIHAN

Pasal I

Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.


Pasal II

Semua lembaga negara yang masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan UUD dan belum diadakan yang baru menurut UUD ini. 

Jumat, 13 November 2009

Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan

"Negara dengan sistem presidensil biasanya berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Di sini, presiden mempunyai hak yang lebih luas sebagai wakil negara ke luar dan kepala pemerintahan ke dalam. Dalam praktek ketatanegaraan RI, dikembangkan pula konsep yang membedakan kedudukan presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan, bahkan ditambah pula dengan mandataris. Pembagian-pembagian ini bukan sekadar formalitas, melainkan berkembang ke arah sistem pertanggungjawaban. Sebagai kepala negara, lebih-lebih sebagai mandataris, hal itu berkembang ke arah "Presiden tidak dapat diganggu gugat." Menurut Alm Prof Hamid Attamimi, perbedaan semacam ini tidak diperlukan dalam sistem eksekutif tunggal atau sistem pemerintahan presidensial. Beliau secara "jenaka" bisa melukiskan perbedaan tersebut. Misalnya, pada hari ini, Presiden RI sebagai kepala pemerintahan sedang menghadiri pertemuan dengan kepala pemerintahan Singapura dan Malaysia (di Singapura dan Malaysia, kepala pemerintahan adalah perdana menteri), sedangkan Presiden RI sebagai kepala negara tetap berada di Jakarta--sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Karena itu, membedakan secara hukum antara kepala negara dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensial, selain tidak berguna, juga dapat menimbulkan kerancuan."

Grasi, Amnesti dan Abolisi

Grasi, Amnesti dan Abolisi adalah upaya- upaya non hukum yang luar biasa dalam arti, pada hakekatnya mereka bukanlah suatu upaya hukum. Upaya hukum sudah berakhir di pengadilan atau Mahkamah Agung.
Grasi praktis dikenal dalam seluiruh sistem hukum di seluruh dunia, diberikan oleh presiden dalam kedudukannya sebagai kepala negara, yang sebenarnya merupakan tindakan non- hukum yang didasarkan pada hak prerogatif seorang kepala negara. Grasi bersifat pengampunan berupa pengurangan pidana (stafverminderend) atau memperingan hukuman pidana bahkan juga penghapusan pelaksanaan pidana yang telah diputuskan lembaga hukum. Grasi bisa diajukan oleh terpidana kepada presiden, bukan melulu inisiatif dari presiden.
Dalam UUD Pasal 14 ayat 2 (yang telah diamandemen) dikatakan:
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan mempertimbangkan Mahkamah Agung.
2. Presiden memberikan Amnesti dan abolisi dengan mempertimbangkan Dewan Perwakilan Rakyat.
Amnesti berarti ditiadakannya akibat hukum dari delik tertentu atau dari sekelompok delik demi kepentingan terdakwa, si tersangka dan mereka yang belum diadili untuk meniadakan akibat hukum dari delik- delik yang dimaksud. Pemberian amnesti adalah ‘ante sententiamyaitu sebelum putusan hakim dibacakan. Pada umumnya amnesti bertalian dengan soal politik, sehingga DPR perlu dilibatkan.
Abolisi adalah tindakan yang meniadakan atau menghapus bukan saja hal yang bertalian dengan pidana atau hukuman, tetapi juga yang menyangkut akibat- akibat hukum pidana yang ditiadakan seperti putusan hakim atau vonis. Abolisi berkaitan dengan semboyan romawiDeletio, oblivio vel extinctio accusationis” yang berarti meniadakan, melupakan dan menghapuskan soal tuduhan, sehingga termasuk proses ante sententiam, pra keputusan pengadilan.